JAKA TARUB 2
Dahulu kala, di Desa Tarub,
tinggallah seorang janda
bernama Mbok Randa Tarub.
Sejak suaminya meninggal
dunia, ia mengangkat seorang
bocah laki-laki sebagai
anaknya. Setelah dewasa,
anak itu dipanggilnya Jaka
Tarub.
Jaka Tarub anak yang baik.
Tangannya ringan melakukan
pekerjaan. Setiap hari, ia
membantu Mbok Randha
mengerjakan sawah
ladangnya. Dari hasil sawah
ladang itulah mereka hidup.
Mbok Randha amat mengasihi
Jaka Tarub seperti anaknya
sendiri.
Waktu terus berlalu. Jaka
Tarub beranjak dewasa.
Wajahnya tampan, tingkah
lakunya pun sopan. Banyak
gadis yang mendambakan
untuk menjadi istrinya. Namun
Jaka Tarub belum ingin
beristri. Ia ingin berbakti
kepada Mbok Randha yang
dianggapnya sebagai ibunya
sendiri. Ia bekerja semakin
tekun, sehingga hasil sawah
ladangnya melimpah. Mbok
Randha yang pemurah akan
membaginya dengan
tetangganya yang
kekurangan. “Jaka Tarub,
Anakku. Mbok lihat kamu
sudah dewasa. Sudah pantas
meminang gadis. Lekaslah
menikah, Simbok ingin
menimang cucu” kata Mbok
Randha suatu hari.
“Tarub belum ingin, Mbok”
jawab Jaka Tarub.
“Tapi jika Simbok tiada kelak,
siapa yang akan
mengurusmu?”tanya Mbok
Randha lagi.
“Sudahlah, Mbok. Semoga saja
Simbok berumur
panjang,”jawab Jaka Tarub
singkat.
“Hari sudah siang, tetapi
Simbok belum bangun.
Kadingaren…,”gumam Jaka
Tarub suatu pagi. “Simbok
sakit ya?” tanya Jaka Tarub
meraba kening simboknya.
“Iya, Le, “ jawab Mbok Randha
lemah.
“Badan Simbok panas
sekali,”kata Jaka Tarub
cemas. Ia segera mencari
daun dhadhap serep untuk
mengompres simboknya.
Namun rupanya umur Mbok
Randha hanya sampai hari itu.
Menjelang siang, Mbok
Randha menghembuskan
napas terakhirnya.
Sejak kematian Mbok Randha,
Jaka Tarub sering melamun.
Kini sawah ladangnya
terbengkalai. “Sia-sia aku
bekerja. tuk siapa
hasilnya?”demikian gumam
Jaka Tarub.
Suatu malam, Jaka Tarub
bermimpi memakan daging
rusa. Saat terbangun dari
mimpinya, Jaka Tarub menjadi
berselera ingin makan daging
rusa. Maka pagi itu, Jaka
Tarub pergi ke hutan sambil
membawa sumpitnya. Ia ingin
menyumpit rusa. Hingga siang
ia berjalan, namun tak seekor
rusa pun dijumpainya.
Jangankan rusa, kancil pun tak
ada. Padahal Jaka Tarub sudah
masuk ke hutan yang jarang
diambahmanusia. Ia kemudian
duduk di bawah pohon dekat
telaga melepas lelah. Angin
sepoi-sepoi membuatnya
tertidur.
Tiba-tiba, sayup-sayup
terdengar derai tawa
perempuan yang bersuka ria.
Jaka Tarub tergagap. “Suara
orangkah itu?”gumamnya.
Pandangannya ditujukan ke
telaga. Di telaga tampak tujuh
perempuan cantik tengah
bermain-main air, bercanda,
bersuka ria. Jaka Tarub
menganga melihat kecantikan
mereka. Tak jauh dari telaga,
tergeletak selendang mereka.
Tanpa pikir panjang,
diambilnya satu selendang,
kemudian disembunyikannya.
“Nimas, ayo cepat naik ke
darat. Hari sudah sore. Kita
harus segera kembali ke
kahyangan,”kata Bidadari
tertua. Bidadari yang lain pun
naik ke darat. Mereka
kembali mengenakan
selendang masing-masing.
Namun salah satu bidadari itu
tak menemukan
selendangnya.
“Kakangmbok, selendangku
tidak ada,” katanya.
Keenam kakaknya turut
membantu mencari, namun
hingga senja tak ditemukan
juga. Nimas Nawang Wulan,
kami tak bisa menunggumu
lama-lama. Mungkin sudah
nasibmu tinggal di
mayapada.”kata Bidadari
tertua. “Kami kembali ke
kahya;ngan” tambahnya.
Nawang Wulan menangis
sendirian meratapi nasibnya.
Saat itulah Jaka Tarub
menolongnya. Diajaknya
Nawang Wulan pulang ke
rumah. Kini hidup Jaka Tarub
kembali cerah. Beberapa
bulan kemudian, Jaka Tarub
menikahi Nawang Wulan.
Keduanya hidup berbahagia.
Tak lama kemudian Nawang
Wulan melahirkan Nawangsih,
anak mereka.
Pada suatu hari, Nawang
wulan berpesan kepada Jaka
Tarub, “Kakang, aku sedang
memasak nasi. Tolong jagakan
apinya, aku hendak ke kali.
Tapi jangan dibuka tutup
kukusan itu“ pinta Nawang
Wulan. Sepeninggal istrinya,
Jaka Tarub penasaran dengan
larangan istrinya. Maka
dibukanya kukusan itu.
Setangkai padi tampak berada
di dalam kukusan. “Pantas
padi di lumbung tak pernah
habis. Rupanya istriku dapat
memasak setangkai padi
menjadi nasi satu kukusan
penuh” gumamnya. Saat
Nawang Wulan pulang, ia
membuka tutup kukusan.
Setangkai padi masih tergolek
di dalamnya. Tahulah ia
bahwa suaminya telah
membuka kukusan hingga
hilanglah kesaktiannya. Sejak
saat itu, Nawang Wulan harus
menumbuk dan menampi
beras untuk dimasak, seperti
wanita umumnya. Karena
tumpukan padinya terus
berkurang, suatu waktu,
Nawang Wulan menemukan
selendang bidadarinya terselip
di antara tumpukan padi.
Tahulah ia bahwa suaminyalah
yang menyembunyikan
selendang itu. Dengan segera
dipakainya selendang itu dan
pergi menemui suaminya.
“Kakang, aku harus kembali
ke kahyangan. Jagalah
Nawangsih. Buatkan dangau di
sekitar rumah. Setiap malam
letakkan Nawangsih di sana.
Aku akan datang
menyusuinya. Namun Kakang
janganlah mendekat,”kata
Nawang Wulan, kemudian
terbang ke menuju
kahyangan.
Jaka Tarub menuruti pesan
istrinya. Ia buat dangau di
dekat rumahnya. Setiap
malam ia memandangi
anaknya bermain-main dengan
ibunya. Setelah Nawangsih
tertidur, Nawang Wulan
kembali ke kahyangan.
Demikian hal itu terjadi
berulang-ulang hingga
Nawangsih besar. Walaupun
demikian, Jaka Tarub dan
Nawangsih merasa Nawang
Wulan selalu menjaga
mereka. Di saat keduanya
mengalami kesulitan, bantuan
akan datang tiba-tiba. Konon
itu adalah bantuan dari
Nawang Wulan.
* Mbok, simbok :Bu, ibu.
* Kadingaren : tumben.
* Le, thole : panggilan untuk
anak lelaki di Jawa.
* Diambah: dijamah, diinjak.
* Nimas : adik; panggilan
untuk adik perempuan.
* Kakangmbok : kakak;
panggilan untuk kakak
perem;puan.
* Mayapada : bumi.
* Kakang : kakak; panggilan
untuk kakak laki-laki/ untuk
suami.
* Kali : sungai.
* Kukusan : alat pengukus
berbentuk kerucut,
SESORAH
MITONI Assalamualaikum Wr. Wb Dhumateng para sesepuh saha pinisepuh ingkang dahat kinurmatan, Dhumateng pamangku gati ingkang kula urmati, Dhumateng para tamu undangan ingkang minulya Bapak, Ibu para rawuh lan para rayi ingkang kula hurmati. Kaparenga ing wekdal menika kula ngaturaken agunging panuwun saha sugeng rawuh wonten ing adicara mitoni. Langkung rumiyin sumangga kula lan penjenengan sedaya ngaturaken raos syukur dhumateng ngarsanipun Gusti Ingkang Murbeng Dumadi ingkang sampun maringi kasarasan sarta kalodhangan, saengga kita saged anjenengi acara ing wekdal menika inggih acara tingkepan utawi mitoni garwanipun bapak Zainul Ma’arif kanthi boten wonten alangan menapa-menapa. Mugi-mugi kemawon ing dalem kekempalan kita dinten samenika wonten manfaatipun. Amin. Para rawuh ingkang kula urmati. Panjenengan sedaya kaaturan rawuh ing wekdal menika, inggih boten sanes amargi raos syukuripun bapak Zainul Ma’arif dhumateng ngarsanipun Gusti, amargi sadangu mangun bale wis...
Comments
Post a Comment